Sabtu, 12 September 2009

Berkenalan dengan berita

Pada dasarnya, kegiatan pokok dalam jurnalisme adalah mengumpulkan fakta untuk kemudian disampaikan dalam suatu laporan. Laporan tentang kejadian atau peristiwa itulah yang sehari-hari disebut berita atau kabar. Berita yang dibuat para reporter dan selanjutnya disunting para redaktur, itu bisa berupa tulisan, foto, suara atau gambar yang biasa dibaca, didengar dan dilihat khalayak lewat media massa.

Dalam menyampaikan laporan kepada khalayak itu, dibutuhkan keterampilan mencari dan mencatat fakta yang merupakan bahan dasar dalam kerja jurnalistik, serta keterampilan membuat berita. Untuk terampil mengumpulkan bahan berita dan menyampaikannya kepada pembaca, tak bisa tidak hanya bisa dicapai dengan berlatih. Namun sebelumnya, seorang jurnalis harus pula menguasai pengetahuan tentang teknik pengumpulan fakta, unsur-unsur pembentuk suatu berita dan penyampaiannya kepada pembaca. Harus pula dipahami tentang ragam berita yang selama ini telah dirumuskan dan disepakati secara luas oleh para peneliti dan pekerja pers.

Fakta bisa diperoleh dengan cara melakukan pengamatan (observasi) dan wawancara. Observasi dilakukan apabila jurnalis secara langsung menghadapi fakta sehingga dapat menangkap sendiri dengan inderanya. Sedangkan wawancara dilakukan apabila dia harus menangkap latar belakang fakta mengenai pengalaman, pendapat dan cita-cita orang lain.

Setelah fakta diperoleh, barulah seorang jurnalis bisa menyampaikan berita dengan merangkai kembali fakta yang telah diperolehnya itu dalam kata-kata atau gambar-gambar. Namun, tidak setiap kejadian bisa dijadikan berita. Ada ukuran-ukuran tertentu yang harus terpenuhi untuk menjadikan suatu kejadian atau peristiwa itu bernilai untuk diberitakan dan dimuat media massa. Oleh pers Indonesia, ukuran itu lazim disebut layak berita.

Layak berita atau nilai kejadian, menjadi persyaratan awal dan utama sebelum seorang reporter menulis berita jurnalistik. Sebab, tidak ada gunanya menulis berita yang tidak bernilai untuk dimuat media massa. Hal yang menjadikan suatu kejadian atau peristiwa itu layak berita adalah adanya unsur penting dan menarik dalam kejadian tersebut. Karena setiap orang mempunyai konsep atau persepsi yang berbeda-beda tentang penting dan menariknya suatu kejadian, maka dalam ilmu jurnalistik terdapat rambu-rambu atau unsur yang dipakai untuk menyaring apakah fakta itu layak berita untuk dimuat atau tidak, yaitu unsur penting (significance), besar (magnitude), waktu (timeliness), kedekatan (proximity), tenar (prominance) dan menyentuh rasa kemanusiaan (human interest). Jika salah satu unsur di atas sudah dipenuhi, maka sebuah kejadian sudah cukup layak untuk diberitakan dan semakin lengkap unsur yang terpenuhi maka semakin layaklah berita itu.

Fakta-fakta yang dikumpulkan untuk diracik menjadi berita biasanya baru dianggap lengkap apabila memenuhi enam pertanyaan pokok, meliputi: apa, siapa, mengapa, di mana, bilamana dan bagaimana. Untuk menyebutkan kelengkapan berita itu, kalangan pers lebih sering menggunakan istilah 5W+1H alias what, who, why, where, when dan how. Pertanyaan-pertanyaan sederhana itu adalah modal bagi reporter untuk mengumpulkan fakta seluas-luasnya. Pasalnya setiap kejadian akan mengandung jawaban dari keenam pertanyaan tersebut. Pertanyaan itu tidak hanya bisa dikemukakan sekali saja dalam setiap kegiatan pencarian fakta tetapi berulang-ulang dan sambung menyambung.

Ada pula persyaratan lain yang biasa diterapkan jurnalis dalam mendapatkan fakta, yaitu tuntutan untuk selalu mencari fakta-fakta yang faktual, aktual dan akurat. Faktual artinya fakta itu harus berdasarkan fakta, bukan fiktif atau direka-reka oleh penulis. Aktual, maksudnya adalah fakta itu harus masih hangat dibicarakan atau ada kaitannya dengan masalah yang sedang hangat dibicarakan. Sedangkan akurat, artinya fakta yang disajikan dalam berita harus persis seperti adanya, tidak dilebih-lebihkan ataupun dikurangi.

Syarat aktual, terkait erat dengan satu pokok pikiran dalam wujud kalimat atau alinea yang memperlihatkan kaitan masalah yang diungkapkan dalam tulisan dengan situasi mutakhir masyarakat. Hal itu lazim disebut news peg atau cantelan. Dengan demikian, berita aktual tidak selalu harus diangkat dari kejadian yang baru saja terjadi, tetapi mungkin juga diangkat dari satu fenomena yang terkait dengan kejadian yang baru saja terjadi.

Sebagai patokan penyampaian fakta kepada khalayak pembaca, sebagian pekerja pers mengenal pula rumusan ABC alias accurate, balance dan clear. Maksudnya, fakta yang disampaikan sebagai berita perlu senantiasa tepat seperti adannya, penyampaiaannya dalam wujud berita harus selalu berimbang antara pihak yang mungkin berseberangan, serta bersih dari kepentingan pihak-pihak yang mungkin berbeda pendapat.

Dalam penulisan berita, seorang jurnalis perlu pula senantiasa memperhatikan news peg (cantelan), sehingga pembaca media massa tidak akan bertanya-tanya alasan diturunkannya satu tulisan tertentu. Hal itu tidak hanya berlaku bagi berita, tetapi juga untuk jenis artikel lain. Bagi penulis, pentingnya news peg dalam menulis berita pada akhirnya berpengaruh pada pemilahan bahan berita dan pemilihan model penulisan. Untuk pemilahan dan pemilihan itu, berita lalu bisa dibedakan menjadi: berita yang didasari peristiwa momentum, berita lanjutan (follow-up news), berita berdasarkan peristiwa teragenda, dan berita berdasarkan peristiwa fenomenal.

Jenis berita pertama sampai ketiga, tidak menyebabkan penulis berpayah-payah menggali news peg. Namun untuk berita berdasarkan peristiwa fenomena, penulis perlu memiliki kejelian dan kepekaan agar mendapatkan news peg yang tepat. Kemampuan menggali news peg yang tepat itu, adalah syarat mutlak bagi penulisan feature dan ulasan mendalam, jenis berita yang tepat disajikan pada media yang tidak terbit setiap hari.

Kelengkapan, kelayakan berita maupun faktual, aktual serta akurasi fakta berlaku untuk untuk semua ragam berita yang dikenal di media massa, sebab syarat-syarat itulah yang membedakan berita dengan ragam muatan lain di media massa. Secara umum, media massa cetak mengenal adanya tiga ragam berita, yaitu berita langsung (straight news), berita ringan (soft news) dan berita kisah (news feature). Masih ada ragam berita lain yang dikenal media massa, namun pada dasarnya ketiga ragam itulah yang merupakan pangkal tolak untuk menulis dalam kegiatan jurnalistik.

Pada dasarnya, ketiga ragam berita tersebut dibedakan berdasarkan strukturnya. Struktur yang tepat untuk melaporkan suatu peristiwa, dipastikan ketika penulis akan meramu fakta-fakta yang diperolehnya di lapangan untuk dijadikan berita. Setiap fakta yang bakal disampaikan kepada masyarakat dapat dibedakan atas unsur penting dan menariknya. Peristiwa yang dinilai penting dan harus segera diketahui masyarakat, umumnya disampaikan melalui berita langsung. Sedangkan fakta yang dianggap menarik namun tidak harus segera diketahui masyarakat, umumnya disampaikan melalui berita ringan atau feature. Dalam situasi tertentu, berita langsung dan ringan bisa saling melengkapi.

Berpegang pada teori jurnalistik yang dianut secara luas, penulisan berita langsung mengacu pada model piramida terbalik. Pada model piramida terbalik itu, segala sesuatu yang terpenting senantiasa diletakkan di bagian awal tulisan. Karena dibuat untuk menyampaikan kejadian-kejadian yang harus diketahui dengan segera oleh pembaca, maka lead atau kepala berita pada straight news sudah harus mampu memberikan informasi maksimal kepada pembaca. Dengan demikian pembaca tidak perlu membaca keseluruhan berita itu untuk mengetahui fakta yang disampaikan.

Sementara itu, penulisan berita ringan menganut prinsip yang hampir sama dengan berita langsung. Hanya saja berita jenis ini tidak terlalu mementingkan unsur pentingnya suatu peristiwa. Jenis berita ini bisa dimanfaatkan untuk melaporkan peristiwa yang menyentuh sisi manusiawi suatu kejadian penting. Kejadian pentingnya sendiri ditulis sebagai berita langsung, sementara unsur manusiawinya bisa ditulis sebagai soft news.

Sedangkan untuk berita kisah atau feature lebih merupakan tulisan mengenai kejadian yang dapat menyentuh perasaan ataupun menambah pengetahuan pembaca. Berita ini tidak terikat dengan aktualitas, pasalnya nilai utamanya adalah menariknya suatu kejadian. Sedangkan yang sifatnya kekinian tidak diutamakan dalam penulisan berita jenis ini.

Untuk memudahkan menulisnya, struktur berita biasa disusun berdasarkan urutan penulisannya, mulai dari bagian judul, lead atau teras/kepala berita alias intro atau pembuka, tubuh (body) berita atau detail, dan penutup alias ending ada juga yang menyebutnya sebagai leg. Pada berita langsung diterapkan model penulisan yang sangat berbeda dengan feature meski strukturnya tak banyak berbeda.

Ibarat bagian buku, judul suatu berita adalah sampul depannya yang menarik perhatian calon pembaca untuk meneliti layak atau tidaknya buku itu dibaca. Atau ibarat toko, maka judul adalah semacam desain eksterior yang menarik minat calon pembeli untuk masuk dan melihat-lihat isi toko.

Karena itu, judul yang baik harus mampu menarik minat calon pembaca hanya dengan sekali lihat, tanpa bersifat menipu atau memanipulasi fakta. Keterbatasan ruang yang biasa disediakan dalam tampilan media massa juga menuntut agar judul dibuat sesingkat mungkin tanpa mengabaikan kepentingan informatifnya.

Setelah calon pembaca buku mulai menelaah lebih lanjut atau calon pembeli memasuki toko, maka adalah tugas lead atau teras berita untuk berfungsi laksana halaman ringkasan isi buku atau etalase toko, yaitu mempertahankan minat pembaca atau pengunjung toko itu untuk tetap menelaah isi buku atau memperhatikan satu per satu barang yang dijual di toko tersebut.

Itu pasalnya, lead yang ideal mampu menyampaikan bagian paling menarik atau penting dari fakta yang diuraikan di dalam tubuh berita sehingga pembaca merasa ingin tetap membaca berita tersebut hingga tuntas. Teras berita perlu pula mengakomodasi kepentingan pembaca yang tak punya cukup waktu untuk membaca seluruh bagian berita, karena itu teras berita harus pula mencerminkan inti informasi yang disampaikan dalam berita tersebut.

Dalam penulisan berita langsung yang menggunakan model penulisan piramida terbalik, unsur layak berita yang paling kuat ditulis menjadi teras berita. Teras berita dapat ditulis dengan kalimat deklaratif dari unsur yang paling penting itu. Dengan demikian, ide atau gagasan pokok yang dikandung paragraf-paragraf setelah paragraf pembuka hanya merupakan penjelasan lebih lanjut dari ide atau gagasan yang termuat pada paragraf lead tersebut.

Mulanya, pola piramida terbalik muncul karena tingginya biaya pengiriman lewat telegram atau telex. Untuk menghemat biaya, pengiriman berita mendadak semacam itu hanya dilakukan terhadap bagian terpenting saja. Pola piramida terbalik juga memudahkan dalam pemotongan berita akibat terbatasnya space.

Sebab kalaupun setelah dipotong, berita itu hanya tersisa satu paragraf maka berita itu tetap bermakna. Dengan membuat paragraf lead yang mampu memberikan informasi maksimal kepada pembaca maka tujuan penulisan berita langsung untuk menceritakan berita secara cepat pun tercapai.

Pada perkembangannya teras berita yang semata-mata mengandung inti pokok berita mulai ditinggalkan. Meski tetap menggunakan struktur piramida terbalik, teras berita juga dituntut untuk mampu membangkitkan rasa ingin tahu pembaca sehingga menuntaskan membaca hingga akhir tulisan. Bahkan struktur piramida terbalik itu pun lalu berkembang menjadi struktur piramida bertumpuk.

Fakta-fakta yang disampaikan dalam tulisan dengan struktur piramida terbalik yang bertumpuk itu saling berkait dan sambung menyambung sehingga informasi yang disajikan lewat setiap paragraf dapat memiliki kandungan yang hampir sama penting. Untuk memudahkan pembaca dalam memilah informasi yang disampaikan, digunakan cross head atau sub judul yang terletak di tengah berita. Namun pada perkembangannya, cross head juga difungsikan sebagai pengganjal tampilan halaman.

Sedangkan berita ringan dapat ditulis dengan dua struktur yang berbeda. Pertama, kalau berita ringan itu merupakan sampiran dari peristiwa penting yang disampaikan melalui berita langsung, maka berita ringan ditulis dengan struktur piramida terbalik juga dengan menonjolkan unsur menariknya.

Namun ketika berita ringan ditulis berdasarkan kejadian yang berdiri sendiri, maka prinsip penulisannya tak terikat pada teknik piramida terbalik. Struktur penulisan berita kisah jenis ini lebih bebas. Hal yang menarik, bisa ditempatkan pada bagian tengah tulisan, bahkan bisa pula pada akhir tulisan.

Seperti berita ringan yang didasarkan pada kejadian tersendiri, berita kisah atau feature juga tidak terikat pada struktur piramida terbalik. Meski demikian, urutan struktur berita tetap perlu diperhatikan keberadaannya. Karena cara penulisannya tidak selugas berita langsung, bagian yang paling penting dari berita kisah juga tidak harus diletakkan pada bagian awal berita. Tetapi teras feature tetap mengemban tugas memuat sari informasi sehingga pembaca tertarik untuk mencermatinya.

Setelah teras berita berhasil menggoda perhatian pembaca, maka urutan berikutnya dalam struktur berita itu harus tetap ditangani sehingga feature tetap menarik untuk dicermati. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, maka informasi dalam feature --seperti juga berita kisah-- bisa disampaikan dengan gaya bahasa prosais, khususnya pada bagian tulisan yang memaparkan suasana. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar