Selasa, 27 Oktober 2009

W a w a n c a r a

Pengumpulan fakta melalui wawancara dilakukan jika observasi tak mungkin lagi dilakukan atau sudah dilakukan namun perlu dikonfirmasikan lagi kepada narasumber yang berkompeten. Wawancara bisa dilakukan dengan bertatap muka (face to face) ataupun secara tidak langsung, seperti melalui surat, telepon atau email bahkan SMS telepon seluler.

Pelaksanakan wawancara, bisa diurai sebagai berikut:

  • Persiapan Wawancara
    • Pastikan kesiapan narasumber,
    • Buatlah janji waktu dan tempat wawancara,
    • Penuhi kebutuhan wawasan yang mungkin dibutuhkan dalam wawancara,
    • Maksimalkan penguasaan persoalan yang hendak diwawancarakan,
    • Maksimalkan pengenalan tentang narasumber,
    • Jika sempat susunlah daftar pertanyaan sebagai panduan wawancara,
    • Bawalah peralatan yang memadai
    • Pastikan daftar pertanyaan tak ketinggalan,
    • Pastikan alat pencatat berfungsi baik, jika perlu siapkan alat pencatat cadangan,
    • Bawa pula alat pendukung seperti kamera dan perekam suara terutama jika wawancara dirancang untuk waktu yang panjang.
    • Jangan biarkan narasumber menunggu, jadi pastikan tidak datang terlambat.
  • Pelaksanaan Wawancara
    • Upayakan narasumber bersikap terbuka,
    • Basa-basi tidak tabu untuk mengawali wawancara,
    • Patuhi Kode Etik wartawan Indonesia (KEWI) dengan memastikan bahwa narasumber menyadari bahwa wawancara itu untuk dipublikasikan di media massa, hormati embargo berita dan kesepakatan off the record,
    • Sadari bahwa sikap yang bisa ditafsirkan narasumber sebagai menjilat, sok akrab atau nepotisme bisa menghambat kelancaran atau keterbukaan narasumber,
    • Sebaliknya, pengetahuan yang memadai tentang latar belakang narasumber dan masalah yang bakal ditanyakan bisa membantu lancarnya proses wawancara,
    • Ajukan pertanyaan dengan cerdik,
    • Dengar dan cerna dengan peka setiap jawaban narasumber sehingga pertanyaan berikutnya berkesinambungan dan tak hanya berulang-ulang,
    • Asal sopan, jangan ragu menghentikan paparan narasumber apabila dianggap menyimpang dari topik wawancara,
    • Pedoman wawancara tak boleh menutup kesempatan untuk mengembangkan topik wawacara jika jawaban narasumber anggap penting atau menarik untuk dikembangkan,
    • Sebelum mengakhiri wawancara, jangan lupa memastikan atau melengkapi biodata narasumber.

Sebagai panduan bagi jurnalis, Edward Jay Friedlander, Harry Marsh dan Mike Masterson dalam Excellent in Reporting, 1987, merumuskan tujuh jenis pertanyaan yang biasa diajukan wartawan dalam wawancara:

1. Pertanyaan pembuka

Berfungsi untuk membuka kebekuan bukan untuk mengorek keterangan

“Wah, Bapak rupanya pencinta bunga juga? Bunga apa saja yang Bapak tanam?”

2. Pertanyaan langsung

Diajukan setelah wawancara berkembang langsung ke pokok masalah

“Bagaimana perkembangan realisasi jalan tol, Pak?”

3. Pertanyaan tertutup

Pertanyaan jenis ini mengarah ke interogasi

“Berapa dana APBD yang bakal terserap untuk itu?”

4. Pertanyaan menyelidik

Pertanyaan jenis ini lebih spesifik dari jenis pertanyaan seberlumnya.

“Mengapa tiga kali lipat dari anggaran pendidikan?”

5. Pertanyaan bipolar

Pertanyaan jenis ini ditujukan untuk dijawab “ya” atau “tidak”.

“Apakah anggaran itu jadi diumumkan besok, Pak?”

6. Pertanyaan cermin

Pertanyaan jenis ini untuk menegaskan jawaban narasumber.

“Jadi Bapak menyatakan bahwa Salatiga perlu memprioritaskan sektor perhubungan daripada sektor pendidikan?”

7. Pertanyaan Hipotetif atau Sugestif

Pertanyaan jenis ini bersifat spekulatif di akhir wawancara.

“Apakah Bapak tak pernah mempertimbangkan merealisasikan dulu pemenuhan anggaran 20% bagi sektor pendidikan?”

Kemampuan memilih pertanyaan yang jitu dan mampu menembus kebuntuan wawancara bisa diasah dengan banyak membaca serta rajin mengevaluasi hasil wawancara. Keterampilan jurnalis mengumpulkan dan menyampaikan fakta kepada khalayak tak bisa tidak hanya bisa dicapai dengan terus berlatih. [] bison

Tidak ada komentar:

Posting Komentar