Bill Kovach dan Tom Rosentiel, penyari pemikiran insan pers Amerika Serikat yang tergabung dalam Committee of Concerned terkait harapan publik atas implementasi jurnalisme, mengawali paparan dengan kesadaran bahwa setiap generasi menciptakan jurnalismenya sendiri, namun tujuannya tetap sama.
Ketika para antropolog mulai membandingkan hasil penelitian pada sejumlah kebudayaan primitif dunia yang masih tersisa, mereka menemukan sesuatu yang tak mereka duga. Mulai dari sekelompok suku di Afrika sampai pulau yang paling terpencil di Samudra Pasifik, orang-orang primitif ini ternyata mempunyai definisi yang sama tentang apa yang mereka sebut berita.
Mereka memiliki jenis gosip sama. Mereka bahkan mencari kualitas yang sama dalam diri si pembawa pesan yang mereka pilih untuk mengumpulkan dan menyampaikan berita. Mereka menginginkan orang yang bisa berlari cepat melintasi bukit, bisa mengumpulkan informasi secara akurat, dan bisa menceritakan ulang dengan memikat.
Para sejarawan sepakat bahwa kesamaan nilai-nilai dasar dalam berita terbukti bertahan dalam perjalanan waktu. Kovach dan Rosentiel pun menyitir pemikiran sejarawan Mitchell Stephens yang menyebutkan, manusia telah bertukar aneka macam berita sepanjang sejarah dan lintas budaya. Namun bagaimana penjelasan konsistensi itu?
Orang mempunyai kebutuhan dalam dirinya -sebuah naluri- untuk mengetahui apa yang telah terjadi di luar pengalaman langsung diri mereka sendiri. Tahu terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak bisa kita saksikan dengan mata sendiri ternyata menghadirkan rasa aman, kontrol diri dan percaya diri.
Namun inti sari pemikiran insan pers Amerika Serikat yang tergabung dalam Committee of Concerned dalam melaksanakan serangkaian upaya untuk menghimpun harapan warga atas penerapan teori-teori jurnalistik itu disebut Kovach dan Rosentiel menyurut dan mengalir seiring waktu.
Menyurut dan mengalirnya prinsip-prinsip yang selama ini disetujui wartawan dan yang diharapkan masyarakat itu tentu tak bisa dilepaskan dari kondisi aktual jurnalisme yang dipengaruhi kepentingan pemilik, kelompok masyarakat tertentu, kelompok mayoritas pembaca dan penguasa. Juga persaingan dagang di kalangan pengelola media massa, serta kemalasan jurnalis seiring kemudahan yang diberikan teknologi dan desakan kebutuhan lain yang bermuara kepada tumpulnya daya kritis jurnalis.
Kendati menyurut dan mengalir, namun prinsip-prinsip yang selama ini disetujui wartawan dan yang diharapkan masyarakat tetap dalam batas tertentu yang mudah dipahami. Prinsip-prinsip itu selanjutnya mereka sebut Sembilan Elemen Jurnalisme, yakni:
1. Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran
2. Loyalitas utama jurnalisme adalah kepada warga negara
3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
4. Jurnalis harus menjaga independensi dari obyek liputannya
5. Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan
6. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi
7. Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan
8. Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional
9. Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.
Kesembilan elemen jurnalisme yang belakangan telah dikembangkan Kovach dan Rosentiel menjadi sepuluh itu dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran
Utama, namun membingungkan. Bahkan seandainya kebenaran hanya didasarkan kepada kejujuran dan fairness (tidak berat sebelah) dan balance (seimbang). Pada kenyataannya upaya wartawan untuk fairness dan balance itu tetap saja subjektif dan dipengaruhi politik media massa.
2. Loyalitas utama jurnalisme adalah kepada warga negara
Elemen ini menjawab pertanyaan, ”Untuk siapa wartawan bekerja?”
Demi menjawabnya, Kovach dan Rosentiel menyarankan pemilik/perusahaan harus menomor satukan warga, pekerjakan manajer bisnis yang juga menomorsatukan warga, tetapkan dan komunikasikan standar yang jelas, kata akhir berita di tangan wartawan, serta komunikasikan standar yang jelas kepada publik.
3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
Elemen ini mengingatkan prinsip dasar jurnalistik yang mengandalkan fakta sebagai sumber berita, Wartawan tidak pernah menambahi sesuatu yang tidak ada, serta tak pernah menipu audiens. Kovach dan Rosentiel lalu menyarankan insan pers untuk menerapkan prinsip intelektuan dari laporan ilmiah:
- Berlakulah setransparan mungkin tentang metode dan motivasi Anda,
- Andalkan reportase Anda sendiri,
- Bersikaplah rendah hati.
Terkait elemen, “esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi” itu, David Yarnold, redaktur San Jose Mercury News, merumuskan sederet disiplin verifikasi yang meliputi:
- Apakah alinea pertama (lead) sudah cukup didukung oleh alinea-alinea sesudahnya?
- Adakah seseorang telah memeriksa ulang, menelepon, atau menghubungi semua sumber, alamat rumah atau kantor, alamat situs web yang tercantum dalam tulisan? Bagaimana dengan nama dan gelar?
- Apakah materi latar belakang (background) dipahami untuk memahami tulisan selengkapnya?
- Apakah semua pihak yang terlibat dalam tulisan sudah diidentifikasi dan apakah wakil-wakil dari berbagai pihak tersebut sudah dihubungi dan diberi kesempatan bicara?
- Apakah tulisan memihak atau membuat penghakiman yang tak kentara?
- Apakah ada sesuatu yang kurang?
- Apakah semua kutipan akurat dan sandangannya jelas, dan apakah kutipan itu menangkap apa yang sesungguhnya dimaksudkan orang tersebut?
4. Jurnalis harus menjaga independensi dari obyek liputannya
Wartawan sebisa mungkin bersikap independen, tanpa takut dan tanpa tekanan, tanpa konflik kepentingan. Namun, dalam banyak kasus, wartawan tidak bisa independen se-independen-independennya karena bekerja untuk majikan yang punya kekuasaan dan uang.
Jalan keluar untuk kemustahilan itu menurut Kovach dan Rosentiel`adalah, “Jika wartawan/media memiliki hubungan yang bisa dipersepsikan sebagai konflik kepentingan, mereka berkewajiban melakukan full-disclosure tentang hubungan itu.”
Tujuannya adalah agar pembaca waspada dan menyadari bahwa tulisan/liputan itu tidak independen-independen amat.
5. Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan
Jurnalis senantiasa dituntut memantau kekuasaan dan menyambung lidah yang tertindas. Prinsip itu kini kerap melenceng karena peran sebagai anjing penjaga (watchdog) yang berlebihan karena lebih ditujukan untuk menyajikan sensasi. Pemantau atas kekuasaan dinilai efektif dengan reportase investigatif.
6. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk kritik maupun dukungan warga
Selain harus menyajikan fakta, wartawan harus berpegang kepada standar kejujuran yang sama atau kesetiaan kepada kepentingan publik. Media harus mampu menjadi ajang saling-kritik dan menemukan kompromi. Forum yang disediakan untuk itu harus untuk komunitas seutuhnya, bukan hanya untuk kelompok yang berpengaruh atau yang secara demografi menarik.
7. Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan
Jurnalisme adalah mendongeng dengan sebuah tujuan. Tujuannya adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan orang dalam memahami dunia. Tantangan pertama adalah menemukan informasi yang dibutuhkan orang untuk menjalani hidup mereka, dan yang kedua adalah membuatnya bermakna, relevan dan enak disimak. Penulisan jurnalistik yang bagus selalu hasil dari reportase mendalam yang solid, dengan imbuhan detail dan konteks yang mengikat tulisan.
8. Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional
Jurnalisme adalah kartografer (pembuat peta) modern. Ia menghasilkan peta bagi warga untuk mengambil keputusan tentang kehidupan mereka sendiri. Itulah manfaat dan alasan ekonomi kehadiran jurnalisme. Seperti halnya peta, nilai jurnalisme bergantung kepada kelengkapan dan proporsionalitas.
9. Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.
Setiap wartawan –dari redaksi hingga dewan direksi– harus punya rasa etika dan tanggung jawab personal –sebuah panduan moral demi menyajikan berita yang akurat, adil, imbang, berfokus pada warga, berpikiran independen dan berani. Upaya itu akan padam dengan sendirinya tanpa adanya atmosfer keterbukaan yang memungkinkan orang menentang asumsi, persepsi dan prasangka orang lain. [] bison